Special thanks to Nita Wakan yang membuat saya teringat bahwa saya ngutang tulisan ke kalian.
Jadi saya harus awali dari mana ibu-ibu? Saya gak kuasa nih kalo mesti nulis tentang kalian ber-30. I mean, words are never enough! 😀
Hm, as you know, saya menghabiskan dua tahun full untuk tinggal di asrama. And as I’ve ever told you, saya gak pernah jadi santri baik-baik. Suka kabur-kaburan dan mungkin ngeyel-annya agak pakai banget (*don’t try this at home ya). Meski demikian, tidak saya pungkiri bahwa dunia pesantren kilat (sekilat dua tahun) itu sangat membekas dalam diri saya. Ya kegiatannya, ya gaya hidupnya, ya perjuangannya, ya temen-temennya, dan yakinlah… bersyukurlah pernah merasakan hidup berasrama. Kabur-kaburan itu hanya cara coping saya kalo lagi bunek :p
Mungkin hanya terhitung 3 bulanan saya hidup pasca asrama. Awalnya saya senang karena merasa lebih fleksibel untuk urusan waktu. Tapi… Ternyata ada sesuatu yang hilang rasanya (*sinetron dah). Saya rindu.. . rindu berbagi cerita, rindu bersibuk mengatur waktu, rindu berjuang melawan kantuk saat kuliah pagi dan malam, rindu melingkar setelah maghrib untuk hafalan, rindu diskusi sampai dini hari, rindu piket masak jam 2 pagi (*mm, gag juga siih), rindu ngantri ember buat nyuci (*ini lebih gag lagi)… dan semuanya. Namun satu yang paling dirindu: rindu kumpul dengan aktivis all day (and night) long! Semangat mereka meradiasi.
Percayalah: kelelahan kita akan kita syukuri. Hanya satu yang jadi penguat saya; bersabar dalam proses. Asrama ini adalah bagian dari cara Allah mendidik kita, maka kita harus bersabar dengan segala konsekuensinya. Karena setelah itu semua, kita tidak lain hanya menjadi orang-orang yang semakin tangguh.
Maka ketika ada kabar untuk supervisor, saya langsung mau daftar. Secara, saya memang minat di pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia. Teman dan orangtua pun mendukung… langsung deh kumpulin CV (*yang sudah lama gag di-update), lalu tes wawancara, dst dst… maka jadilah supervisor (*taraaa). Belakangan saya syukuri banget bahwa partner saya mbak Intan, yang secara ide dan gagasan gag terlalu beda dengan saya. Ya paling bedanya, selain dari size, dia lebih keibuan dan saya lebih…mm… kegadisan. *nad, please diksinya… ._.
Kami antusias di setiap detiknya. Mbak Intan memang yang lebih mengikuti proses2 awalnya karena di awal jadi spv, saya masih KKN 2 bulan. Begitu KKN nyaris selesai, saya segera nyusul ke workshop spv. Itulah saat di mana saya merasa begitu memaknai kerja spv dan betapa kami mencintai kalian (*backsoundnya Savage Garden: I Knew I Love You Before I Met You). Menanti kehadiran kalian adalah sangat mendebarkan. Bertemu kalian adalah sangat kami nantikan. Obrolan kami adalah tentang bagaimana bersikap pada kalian. Kesepakatan cara dan pengelolaan sudah banyak yang kami sepakati. Salah satu kesepakatannya: muka ceria forever! *padahal aslinya nyaris pingsan, maskudnya karena silau lihat kalian kok hebat2 😀
Kalo ada hukuman yang kami berikan, fyi saja, kami pasti diskusi panjang lebar dulu untuk ngasih hukuman yang tepat. Konsistensi pada aturan memang patut kitaperjuangkan. Ini nih hasilnya… kena hukum nulis ginian (*hahaha). Ya. Kita sama-sama sudah dewasa. Kesadaran dalam bertindak itu jauh lebih penting dari sekedar tegaknya peraturan. Maka kalo kami bilang kami menghargai usaha kalian, itu artinya kami memang benar-benar menghargainya. Usaha kalian nahan kantuk pas NLC, atau untuk menjaga adab izin, atau saat pengkomunikasian segala sesuatu… yes, we do appreciate! Kami tahu kalian berjuang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru ini. For some, it may be easy, but for others, it may not be. Ayo lebih peka sama saudarinya, jangan-jangan kita menyakitinya secara tidak sengaja.
Mm, mungkin lebih banyak yang tidak perlu diceritakan, karena nanti pasti dikira nggombal. Haha..
Kami tidak pernah ingin menjadikan kalian satu warna dan satu gaya. Masing-masing punya potensi, pemikiran, dan pilihan. Ambil saja, dan bertanggung jawablah. Agaknya, nasihat ustadz Musholli lah yang paling mewakili semua; Open Mind, Moderat, Obyektf, dan Rendah Hati. Nasihat beliau itu bisa membuat kita bertahan di segala lingkungan.
Hal kedua yang jangan dilupakan, adalah tentang jati diri kita. Ada empat tho: aktivis Islam, aktivis pergerakan, prestatif, dan kekeluargaan. Keempat poin ini jangan dilupakan ya. Ah, kalian udah paham lah penjelasan2nya, udah lulus NLC tho? 😀
Mari kita sama-sama kondisikan asrama kita sebagai sebaik-baik rumah.
“Boleh lah pergi kemanapun sesuka hati,
tapi tahulah ke mana harus kembali.”
Pahami kalimat itu baik-baik, karena maknanya tersirat dan tersurat.
Bagus ya cita-cita yang kita targetkan bersama. ehh… apa ya… “menjadi istri strategis dan ibu peradaban”… nah, iya itu kan? *lupaa, kepanjangan siih :p
itu cita2 yang luar biasa. Perlu persiapan ekstra untuk menuju kesana dan waktu dua tahun adalah tidak cukup untuk memenuhinya. Jadi jangan buang-buang waktu untuk hal-hal yangtidak penting. Fokus dan nikmati.
“Fokus pada tujuan, Nikmati setiap perjuangan.”
Dua tahun ke depan akan menyenangkan. Yang capek, boleh tarik nafas bentar. Yang semangat, nyemangatin yang capek. Mengharukan ya lihat wisuda angkatan 5 di Wisma Makara kemarin. Saya berdiri di samping kalian, membayangkan besok kalian juga seperti mereka, eh… tiba-tiba basah aja nih pipi :’) Gak kepikiran gimana Allah bisa-bisanya ‘nitipin’ kalian selama dua tahun ke depan di tangan saya… 30 orang ini… Subhanallah… T.T Psst, masih inget kan malam terakhir sebelum kita berangkat NLC? Fyi ya, ide itu muncul H-1 jam. Alhamdulillah, atas izin Allah, semangat kita jadi muncul bersama 😉
Baik ibu-ibu, apakah saya sudah memenuhi tugas yang diberikan? 😀
Nah, ke depan kita akan perbanyak diskusi, baca buku, ikut konferensi, ikut lomba, dan tetap terdepan di organisasi dan akademis. Pokoknya… kerenkan diri, terus…. lanjutin sendiri…:p
Love you bunch! ^,^